Saya ingin memulai catatan bagian ketiga ini dengan menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam, atas sikap wakil Bupati Banggai terhadap wartawan saat meliput kunjungan kepala daerah dan wakil kepala daerah di kantor BPKAD, Selasa (22/6/2021).
Juga soal penerapan protokoler di kantor Bupati Banggai dalam merespon aksi masyarakat Kecamatan Masama oleh pemuda dan mahasiswa pada Kamis (24/6/2021). Penjagaan berlapis, hingga pembatan handphone saat masuk, dan pelarangan awak media meliput jalannya pembicaraan perwakilan masyarakat dan kepala daerah saat itu.
Sebagai seorang pekerja pers, bagi saya, dua peristiwa itu menjadi gambaran soal lemahnya kedewasaan dalam memahami peran media dalam penyelenggaraan pemerintahan. Membatasi akses publik terhadap informasi kebijakan publik, adalah sebuah tindakan yang bertentangan dengan semangat transparansi dan akuntabilitas publik, yang sejatinya menjadi komitmen penyelenggara pemerintahan. Karena, bisa jadi, akuntabilitas dan transparansi juga menjadi bagian dari materi kedua pemimpin baru ini saat kampanye dihadapan publik.
Dua peristiwa pada tahap awal masa kepemimpinan ini, menjadi pertanda yang cukup mencemaskan bagi keberlangsungan kebebasan pers dan industri media di Kabupaten Banggai. Peristiwa yang dialami beberapa wartawan, termasuk saya, seolah menjadi “tamparan” atas tagline santun, cerdas dan religius, yang menjadi semboyan pemerintahan baru saat ini.
Tapi sudahlah, biarlah itu menjadi sebuah pelajaran berharga bagi saya dan kawan kawan jurnalis lainnya. Bahwa perjuangan untuk mewujudkan kebebasan pers memang bukanlah sebuah perkara gampang. Perlakuan kasar dan tidak mengenakan, bahkan lebih dari itu, menjadi tantangan yang kerap dihadapi pada jalur perjuangan ini.
Baik. Saya hendak mengakhiri keluhan ini, dengan mengajukan beberapa isu penting dan mendasar bagi pemerintahan baru, dalam rangka pencapaian visi dan misi yang diharapkan.
Isu penting itu adalah soal implementasi kebijakan pemerintahan baru, ditengah situasi perencanaan yang tidak normal. Disebut tidak normal karena pemerintahan baru ini tidak memiliki ruang dan waktu, yang sama seperti periode pemerintahan sebelumnya. Dibutuhkan langkah langkah tidak normal, dalam merespon keadaan yang tidak normal.
Menyikapi Perubahan APBD 2021
Pemerintahan baru ini harus berhadapan dengan dua agenda perencanaan dan anggaran, yakni perumusan kebijakan anggaran tahun 2022 dan perubahan anggaran tahun 2021. Pemerintahan baru ini harus fokus pada dua agenda penting dan mendesak ini, jika tidak ingin kelimpungan dalam merealisasikan cita-cita perubahan Kabupaten Banggai yang lebih baik.
Pemerintahan baru ini harus bisa memastikan adanya implementasi, setidak tidaknya, terhadap beberapa program unggulan saja, seperti 500 juta per BUMDes, 1 juta per pekarangan, dan ambulans dering, pada momentum APBD Perubahan tahun 2021, walaupun masih dalam jumlah yang terbatas.
Ada ruang untuk melakukan perubahan kebijakan pada momentum Perubahan APBD 2021, dengan melakukan perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Langkah ini memang harus cepat untuk dilakukan, mengingat pada saat yang sama, pemerintah juga sudah harus mempersiapkan tahapan perencanaan dan anggaran tahun 2022.
Pemerintahan baru tidak dapat membuat alasan kepada publik bahwa tahun ini belum ada yang bisa dilakukan, dengan alibi APBD 2021 sudah ditetapkan pemerintahan sebelumnya. Karena publik mengetahui ada ruang untuk meruba kebijakan pada momentum Perubahan APBD 2021.
Langkah penting yang harus dilakukan dalam menghadapi APBD Perubahan 2021 adalah, segera melakukan evaluasi dan pemetaan ketersediaan anggaran pada kas daerah. Menyetop proses administrasi dan keuangan, terhadap program dan kegiatan yang tidak mendesak dan belum perioritas disemua OPD, sambil melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi terhadap dana transfer pusat. Untuk apa semua itu? agar bisa menggelontorkan program unggulan yang sudah dijanjikan kepada rakyat, walaupun baru seper sekian persen saja.
Saya percaya, komitmen dua pemimpin baru ini dalam membangun Kabupaten Banggai kearah yang lebih baik cukup tinggi. Namun komitmen yang tinggi itu, tidak akan cukup jika tidak didukung oleh ketersediaan anggaran yang memadai.
Warisan Separuh TPP
Selain berupaya melaksanakan beberapa program unggulan pada APBD 2021 mendatang, pemerintahan baru juga harus bisa menjawab tantangan awal yang diwariskan pemerintahan sebelumnya. Tantangan awal itu adalah menyediakan alokasi anggaran, untuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tahun 2021 untuk enam bulan selanjutnya. Karena seperti diketahui, belanja TPP ASN pada kontrusi APBD tahun 2021 ternyata baru tersedia untuk enam bulan saja.
Pengalokasian TPP ASN selama enam bulan yang terjadi saat ini merupakan kebijakan pemimpin daerah sebelumnya. Kebijakan yang diambil untuk menyiasati problematik penataan kontrtuksi belanja daerah, agar berkesesuaian dengan kaidah kaidah penggunaan belanja berdasarkan regulasi pengelolaan keuangan dan dana transfer ke daerah.
Sekab Banggai Abdullah Ali, Kepala BPKAD, Marsidin Ribangka, Kepala Bidang Anggaran Esriyati Mahiwa, dan Pejabat Fungsional BPKAD, Hamka Dari, telah menggambarkan kontruksi belanja dan pendapatan dalam pertemuan Selasa (22/6/2021). Intinya, keberadaan anggaran daerah tahun 2021 tidak mampu mengakomodir pemberian TPP ASN untuk 12 bulan.
Pemberian TPP tidaklah sama dengan Gaji dan Tunjangn ASN yang bersifat wajib. TPP adalah tambahan penghasilan yang sifatnya tidak wajib, yang dapat diberikan kepada ASN berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Dalam konteks ini, sudah tentu sangat tergantung pada kebijakan pemimpin daerah sebagai pemegang kendali utama dalam pemerintahan.
Jika pengalokasian TPP ASN saat ini dianggap sebagai “warisan kebijakan” pemimpin terdahulu yang tidak populis, maka dibutuhkan kebijakan baru yang dapat memenuhi kebutuhan pengalokasian TPP ASN untuk 6 bulan selanjutnya. Ini tergantung pada kebijakan pemimpin daerah saat ini.
Pemerintahan baru harus dapat melakukan penataan kondisi tersebut, dengan membuat kebijakan baru yang lebih populis dan berorientasi pada kepentingan publik. Karena membuat kebijakan baru adalah langkah yang lebih bijaksana, ketimbang harus marah-marah kepada organisasi perangkat daerah, atau sekedar menyesalkan kenapa kebijakan itu harus terjadi.
Mewujudkan Visi dan Misi
Program dan kegiatan tahun 2021 memang tidak menggambarkan visi dan misi kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Sebap, program dan kegiatan itu disusun dan ditetapkan akhir tahun 2020, dimana pemimpin baru saat itu belum lahir.
Kehendak visi dan misi kepala daerah baru akan tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2021-2026, yang pekan lalu baru tahapan konsultasi publik terhadap rancangan awal. Penyusunan RPJMD ditetapkan paling lambat enam bulan sejak kepala daerah terpilih dilantik. Artinya, RPJMD yang berisi gagasan kepala daerah baru, paling lambat bisa dilahirkan pada minggu pertama Desember 2021.
Apakah dengan begitu program dan kegiatan pada tahun 2022 sudah bisa “membaca” ide dan gagasan kepala daerah terpilih? tidak. Karena APBD tahun 2022 disusun dengan mengacu pada KUA PPAS tahun 2022, yang disusun dengan merujuk pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2022. Diketahui, regulasi telah membatasi RKPD tahun 2022 ditetapkan paling lambat minggu ke III Juli tahun 2021, atau tak sampai satu bulan ke depan, pemerintah daerah sudah harus menetapkan RKPD 2022.
Jika RPJMD 2021-2026 baru akan dilahirkan pada minggu pertama Desember 2021, dan RKPD 2022 sudah harus ditetapkan lebih awal, yakni paling lambat minggu ketiga Juli 2021, lantas dimana ide dan gagasan pemimpin baru bisa masuk?
Membaca alur perencanaan dan anggaran pemerintah daerah, memang cukup mencemaskan. Jika gagal merumuskan perencanaan pada tahap awal ini, maka visi-misi kepala daerah terpilih yang penuh dengan harapan itu, akan menjadi sirna.
Ada satu celah yang bisa dimaksimalkan dalam merespon keadaan itu. Regulasi perencanaan memberi ruang bagi daerah yang melaksanakana Pilkada, untuk menyusun RKPD tahun 2022 dengan “mempertimbangkan visi dan misi kepala daerah terpilih,” meskipun RPJMD periode 2021-2026 belum ditetapkan.
Ruang itu harus benar benar bisa dimaksimalkan, dengan melakukan perubahan besar pada program dan kegiatan. RKPD 2022 harus benar benar membaca kehendak kepemimpinan baru, yang kurang lebih intinya adalah untuk Banggai lebih baik. Disana ada 500 juta setiap BUMDes, ada 1 juta 1 pekarangan, ada ambulans dering, bebas biaya kesehatan dan sederet harapan besar rakyat Kabupaten Banggai lainnya.
Menjadi sia sia pidato yang berkualitas dan komitmen perubahan yang ber api-api, jika pada kenyataannya, dokumen perencanaan kita ternyata tidak mencatat setiap kehendak perubahan yang diharapkan.
Pada tahap inilah, dibutuhkan komposisi pejabat daerah yang memiliki komitmen yang kuat untuk membangun daerah. Bukan pejabat daerah yang hanya pandai menciptakan inovasi gunung es. Pemimpin baru hendaknya tidak memperpanjang rentetan inovasi gunung es itu, yang hanya terlihat indah namun lemah dalam implementsi. Merangkai penghargaan pada satu sisi, namun memupuk pilu dan penderitaan rakyat disisi yang lain.
Pemimpin baru hendaknya tidak terjebak pada dukungan semu aparatur. Dukungan yang hanya pandai dalam puja puji, namun buruk dalam kinerja. Pemimpin baru harus mampu keluar dari jebakan klasik budaya birokrasi manja, aparatur yang pandai mencari simpati, namun lalai dalam tugasnya.
Kita tidak hendak menghapus ketidak adilan, dengan menghadirkan ketidak adilan yang baru. Jangan pula menghapus praktek penindasan lama dengan cara melakukan praktik penindasan yang baru. Karena yang demikian itu hanya akan menambah deras deraian air mata ditengah tengah rakyat. Bukankah kita sedang menuju Banggai yang lebih baik?
Bersambung…
Discussion about this post