BERITABANGGAI.COM, MASAMA – Lebih dari 3.000 hektar lahan produktif di wilayah Kecamatan Masama hancur akibat dampak pengelolaan pertambangan di kawasan pegunungan Masama. Seperti diketahui areal sawah Kecamatan Masama berada pada dataran rendah dan terancam sedimentasi dari aktivitas pertambangan yang berada lebih tinggi dari kawasan persawahan.
Seperti di ketahui pemerintah telah menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) untuk tahapan kegiatan operasi produksi seluas 1.240 hektar, untuk pertambangan nikel di Kecamatan Masama yang akan dilaksanakan oleh PT.Anugera Tompira Nikel.
Perusahaan ini sebetulnya sudah pernah melakukan penambangan nikel di Masama, dan meninggalkan sejumlah jejak buruk bagi lingkungan seperti kubangan bekas tambang yang tidak terurus.
Meski sedang terjadi pro dan kontra terkait terbitnya izin tersebut, namun pihak perusahaan dari PT.Anugera Tompira Nikel mulai gencar melakukan sosialisasi terhadap masyarakat di Kecamatan Masama, seperti yang telah dilaksanakan di Desa Ranga-Ranga, Desa Kembang Merta, Desa Purwoagung dan Desa Minangandala.
Operasi produksi biji nikel di atas pegununagan desa desa tersebut seluas 1.240 hektar tentunya akan menambah buruk keberadaan layan produksi persawahan yang hanya seluas 3.123 hektar untuk keselurahan sawah di Masama.
Tanpa ancaman sedimentasi saja, produksi padi sawah di masama masih terbilang rendah. Menurut Kepala BPP Pertanian Kecamatan Masama, Sisanto yang ditemui belum lama ini, produksi padi sawah di Masama rata-rata 6 ton per hektar. Diatas lahan produktif seluas 3.123 hektar di tahun 2021, Kecamatan Masama memproduksi gabah kering sebanyak 18.738 ton.
Aktivis pemuda di Masama Ismail S Angio,SH meminta kepada pemerintah daerah untuk mempertimbangkan langkah pembukaan tambang di Kecamatan Masama, karena hal itu hanya akan menimbulkan masalah ekonomi di wilayah tersebut. Menurut dia, harusnya kebijakan yang dibangun pemerintah daerah adalah pembangunan sektor pertanian.
“Harusnya yang dibangun sektor pertanian. Bukannya membuka tambang di areal pertanian. Yang ada bukan sejahtera, malah hancur,” kata Ismail.
Bos PT. Anugerah Tompira Nikel Ahmad Efendi Rambe dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Desa Ranga Ranga mengakui bahwa aktivitas apapun itu, termasuk pertambangan, selalu meninggalkan efek negatif dan positif. Untuk itu, kata dia, pihaknya berjanji akan mengupayakan meminimalisir dampak lingkungan yang terjadi akibat pertambangan.
“Tidak hanya tambang, semua aktivitas tetap ada dampaknya. Makanya, kami tetap akan minimalisir dampaknya,” kata Ahmad Efendi menjawab kekuatiran masyarakat soal dampak buruk dari aktivitas pertambangan.
(bb/03)
Discussion about this post