BERITABANGGAI.COM, LUWUK – Masyarakat yang bermukim di lembah Masama Kecamatan Masama, terpaksa harus menerima kenyataan pahit atas kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Banggai pada sektor pertambangan. Meski melanggar prosedur, pemerintah daerah Kabupaten Banggai tetap menerbitkan izin lingkungan terhadap perusahaan pertambangan yang akan masuk di wilayah Kecamatan Masama.
Kabar terbitnya izin lingkungan PT.Bumi Persada Surya Pratama dan PT.Banggai Mandiri Pratama atas usaha pertambangan nikel yang masuk ke wilayah Kecamatan Masama membuat gempar sejumlah tokoh masyarakat di wilayah timur Banggai itu.
Keterangan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banggai Jamhar Basir soal terbitnya izin tersebut, sebagaimana dilansir luwuktimes.id pada Rabu (16/6/2021), membuat luka perasaan masyarakat setempat. Pasalnya, sejak beberapa bulan aksi penolakan masyarakat terhadap rencana masuknya tambang nikel akhirnya buyar akibat terbitnya izin lingkungan tersebut.
Izin Lingkungan diterbitkan oleh DPMPTSP pada Mei 2021, setelah sebelumnya kedua perusahaan tersebut mendapatkan rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banggai, terkait kelayakan lingkungan, melalui penilaian Amdal oleh Komisi Penilai Amdal Kabupaten Banggai.
Keputusan yang dinilai penuh dosa tersebut, dilakukan oleh Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Andi Rustam Pettasiri. Camat Toili yang ditugaskan menjadi Plt Dinas Lingkungan Hidup pada akhir masa jabatan Bupati Herwin Yatim dan Mustar Labolo itu menerbitkan rekomendasi kelayakan lingkungan yang menjadi dasar penerbitan izin lingkungan oleh DPMPTSP. Pada saat yang bersamaan, DPMPTSP juga hanya dipimpin oleh seorang Plt, yakni Sumitro Balahanti, Camat Pagimana yang diangkat menjadi Plt pada akhir akhir masa kepemimpinan Herwin Yatim.
“Bagaimana bisa seorang pejabat dalam status Plt, bisa menerbitkan sebuah rekomendasi dan izin yang bersifat strategis?,” kata Kepala Suku Andio di Masama, Rahmat Djalil, Jumat (18/6/2021).
Rahmat menyebut, izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Plt Kadis DPMPTSP adalah cacat hukum, karena didasari atas rekomendasi kelayanan lingkungan yang dikeluarkan oleh Plt Kadis DLH yang cacat secara adminitrasi.
“Izin dan rekomendasi ini cacat hukum, dan cenderung transaksional dalam penerbitannya,” tutur Rahmat.
Rahmat mengatakan terdapat indikasi kuat praktek tindak pidana korupsi dalam penerbitan izin pertambangan dalam kasus ini. Pasalnya, rekomendasi kelayakan lingkungan harusnya tidak diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup, karena sarat lingkungan PT.Bumi Persada Surya Pratama dan PT.Banggai Mandiri Pratama tidak terpenuhi.
Apalagi, hasil sidang Amdal oleh Komisi Penilai Amdal telah memutuskan pihak perusahaan harus melengkapi beberapa persyaratan yang belum terpenuhi paling lambat hingga Februari 2021. Anehnya, kedua perusahaan tersebut, khususnya PT.Bumi Persada Surya Pratama bukannya melengkapi beberapa syarat dokumen Amdal yang diputuskan dalam sidang Amdal, melainkan hanya membuat surat pernyataan tertanggal 21 April 2021, yang berisikan pernyataan kesanggupan memperbaiki dokumen Andal, RKL-RPL rencana kegiatan pertambangan biji nikel.
Surat pernyataan kesanggupan memperbaiki dokumen Andal itulah, yang menjadi dasar Andi Rustam Petasiri selaku Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup menerbitkan rekomendasi kelayakan lingkungan.
“Bagaimana bisa rekomendasi kelayakan lingkungan bisa terbit hanya didasari pada surat pernyataan akan memperbaiki dokumen Amdal ?” kata Rahmat Djalil lagi.
Akibat “dosa besar” dalam penerbitan rekomendasi dan izin itu, lembah Masama yang dihuni oleh masyarakat di 14 desa dengan potensi ribuan hektar lahan pertanian dan perkebunan itu, kini terancam oleh ganasnya amuk buldoser dan alat berat dalam aktivitas pengambilan bijih nikel dimasa yang akan datang. (bb/03)
Discussion about this post