BERITABANGGAI.COM, JAKARTA – Pakar hukum konstitusi menilai terdapat dugaan pelanggaran serius dalam pelaksanaan PSU Pilkada Banggai, Sulawesi Tengah.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Guru Besar Hukum Konstitusi Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor, Prof Dr Andi Muhammad Asrun, SH,MH yang menyoroti berbagai aspek kekeliruan fatal yang diduga dilakukan oleh tim pemenangan petahana dalam rangkaian Pilkada Banggai.
Hal itu diuraikan dalam siaran pers ke sejumlah media setelah dia mengamati jalannya sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Kabupaten Banggai di Mahkamah Konstitusi (MK) pasca pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU).
Prof Andi menilai, PSU dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Banggai tahun 2024 semakin memperlihatkan adanya pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), yang diduga dilakukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 1 selaku petahana.
“PSU tersebut merupakan perintah dari Mahkamah Konstitusi akibat terbuktinya pelanggaran yang lakukan oleh Bupati Petahana aquo, yang secara hukum apabila perbuatan serupa dilakukan lagi oleh Calon Bupati yang merupakan petahana maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan tindakan yang berlanjut,” papar prof Andi dalam keterangan resminya pada Rabu, 30 April 2025.
Menurut Prof.Andi rentetan permasalahan yang terungkap dalam sidang di MK itu nampak didominasi oleh kekeliruan tim petahana seperti, pemanfaatan bantuan pemerintah yang di salurkan ke wilayah sanksi PSU, kemudian ada juga perbuatan menjanjikan atau memberikan uang Rp100 juta untuk mesjid sehingga menimbulkan persepsi telah menjadikan rumah ibadah sebagai tempat kampanye. Tindakan ini merupakan pelanggaran serius dari UU Pilkada.
Apalagi terdapat video yang beredar dan menjadi bukti bahwa pelaku diduga adalah merupakan tim dari pasangan calon nomor urut 01, Amirudin dan Furqanuddin Masulili.
Perbuatan sebagaimana yang terurai, merupakan pelanggaran terhadap 187A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, kata Andi.
Dia menambahkan bahwa regulasi itu disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta rupiah dan paling banyak Rp1 miliar.
“Hal tersebut belum lagi soal dugaan lain penggunaan program pemerintah atau kegiatan oleh petahana yang menguntungkannya karena di PSU Banggai petahana tidak mengambil cuti,” tegas dia.
Prof. Andi menilai, Bawaslu yang merupakan penegak hukum pemilihan seharusnya menindaklanjuti permasalahan tersebut secara serius.
Mencermati keterangan Bawaslu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi pada Selasa 29 April 2025, Bawaslu malah bertindak seolah-olah sebagai pihak, menjelaskan perkara secara berlebihan bahkan cenderung berpihak kepada petahana.
“Bawaslu seharusnya menjelaskan saja apa yang terjadi sesuai tupoksinya dan tidak mengeluarkan statemen yang menyudutkan”, katanya.
Andi menilai Bawaslu bersikap seakan tidak normal seperti dalam perkara perkara lain, di perkara Kabupaten Banggai, Bawaslu cenderung mengeluarkan pernyataan dalam persidangan yang menguntungkan Paslon 01, yang mana jelas merupakan petahana, ujarnya.
“Sengketa ini sudah dipersidangan, maka seharusnya Mahkamah Konstitusi mengambil alih untuk mengadili dan menggali lebih dalam peristiwa khusus yang di persangkakan,” paparnya.
Menurut Prof Andi, perkara PSU Kabupaten Banggai yang merupakan hasil koreksi terhadap pelaksanaan Pilkada sebelumnya diputus oleh Mahkamah sangat layak untuk diteruskan dan bahkan diputus diskualifikasi terhadap paslon nomor urut 1.(*)
Discussion about this post