Amirudin Tamoreka dan Furqanudin Masulili kini resmi menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kabupaten Banggai sejak keduanya dilantik oleh Gubernur Sulteng atas nama Menteri Dalam Negeri di Palu pada 8 Juni 2021 lalu. Keduanya akan memimpin Kabupaten Banggai hingga tahun 2026 mendatang, atau setidak tidaknya sampai tahun 2024 sebagaimana wacana regulasi Pilkada yang berkembang saat ini.
Sejak keduanya dilantik, ritme kerja birorkasi pemerintahan di daerah ini benar benar tampak. Sehari setelah dilantik, Bupati Amirudin langsung melakukan inspeksi mendadak di bagian bagian yang ada di sekretariat daerah. Kemudian melanjutkan dengan rapat kerja perdana dengan seluruh kepala organisasi perangkat daerah, termasuk camat pada hari itu juga.
Besoknya, keduanya mejalani serah terima jabatan dengan kepala daerah periode sebelumnya di kantor DPRD Kabupaten Banggai, yang langsung dilanjutkan dengan rapat kordinasi dengan pimpinan DPRD dan komisi-komisi.
Dalam beberapa hari terakhir Bupati Amirudin gencar melakukan kunjungan kunjungan ke kantor kantor OPD, untuk mengecek langsung keberadaan organisasi perangkat daerah, termasuk progres kinerja sampai dengan menjelang akhir semester pertama tahun ini. Kedua pemimpin daerah itu juga aktif menghadiri beberapa kegiatan lain, seperti kerja bakti, senam dan jalan sehat, serta beberapa momentum rapat lainnya yang dilaksanakan akhir kahir ini.
Sangat jelas sekali dalam kurun waktu sepekan memimpin daerah, geliat birokrasi di daerah ini benar benar tampak. Pernyataan Bupati Amirudin soal dirinya akan mengunjungi semua OPD di lingkungan pemerintah daerah, seolah menjadi magnet yang memicu kinerja di setiap OPD. Yang memang menjelang akhir akhir masa jabatan Herwin Yatim dan Mustar Labolo, terutama sejak hasil Pilkada 9 Desember 2020 sudah “terlihat,” dinamika birokrasi sangat dingin dan lesuh bahkan nyaris tak ada kerjaan.
Peforma Amirudin ini benar benar memberi harapan terhadap espektasi publik tentang adanya perubahan sebagaimana yang dijanjikan. Sikap dan tindakan pemimpin daerah dalam sepekan terakhir, setidak tidaknya mampu memberi spirit dan motivasi soal “kerja sprint” yang sudah “dideklarasikan” Amirudin, sejak awal pertemuannya dengan OPD sehari setelah dirinya dilantik.
Kondisi inipula yang memantik saya membuat tulisan ini. Beberapa isu yang hendak saya utarakan disini adalah bagian dari sumbangsi dan kontribusi gagasan untuk pemerintahan baru. Yaah.., kalau tidak bisa dikatakan sebagai kontribusi para jurnalis, setidaknya ini kontribusi saya sebagai rakyat. Sebagai orang Taugi di lembah Masama.
Ada beberapa agenda strategis yang sejatinya dilakukan pemerintahan baru ini. Agenda tersebut merupaka isu isu sakral yang cukup menentukan pencapaian target kepemimpian.
Pertama adalah soal ketersediaan anggaran. Pemerintahan baru ini harus bisa memastikan alokasi anggaran yang tersedia benar benar cukup, untuk dijadikan sebagai alat dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Kita tahu bersama bahwa APBD Banggai pada tahun 2021 ditetapkan pada posisi pendapatan 1,919 triliun dengan belanja Rp2,013 triliun atau defisit sebesar 93 miliar. Artinya apa?, pemerintahan baru ini harus memastikan bahwa Silpa pada tahun 2020 lalu, bisa menutupi defisit anggaran itu. Jika tidak mampu menutupi, maka ini akan jadi satu perkara yang cukup merepotkan dalam memulai pencapaian target.
Selain itu, kontribusi pendapatan daerah terbesar berasal dari dana transfer pusat yakni sebesar Rp1,6 triliun. Sedangkan PAD hanya berkontribusi sebesar 230 miliar dan lain lian pendapatan daerah yang sah hanya sebesar Rp67 miliar. Ini juga menandakan bahwa ketergantungan daerah kita terhadap dana transfer pusat cukup tinggi. Sedikit saja Menteri Keuangan Sri Mulyani “mengoreksi” alokasi dana transfer, maka ini juga lumayan merepotkan.
Terhadap isu ketersediaan anggaran ini, maka beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian para pemangku kebijakan setidak-tidaknya adalah, pertama, memastikan seluruh sisa dana tahun 2020, baik hasil efisiensi belanja OPD, atau ada kegiatan yang tidak terlakasana, atau pelampauan target PAD, tercatat dengan baik dalam laporan keuangan dan anggarannya tersedia dalam kas daerah. Bukan bermaksud berprasangka buruk, namun ini penting untuk memastikan Silpa kita tahun 2020 silam, benar benar bisa menutupi defisit anggaran yang terjadi.
Kedua, pemimpin baru daerah, harus dapat memastikan alokasi dana transfer dalam APBD Perubahan 2021 nanti, yang akan disusun pada Juli mendatang, pada posisi stabil, tidak ada pengurangan, atau bila perlu bisa mendapatkan tambahan. Hal ini bisa dilakukan jika daerah melakukan penetrasi yang lumayan kencang, kepada pemerintah pusat melalui kementrian yang ada. Baik melalui komunikasi berjenjang antar penyelenggara pemerintah di daerah dengan pusat, maupun membangun komunikasi politik melalui jalur politik di parlemen. Harus diingat, daerah kita sangat tergantug pada dana transfer. Sekali lagi, sedikit saja terjadi koreksi, ini akan cukup mengganggu pencapaian target.
Dalam konteks inilah, saya pikir, kunjungan OPD yang dalam beberapa hari terakhir gencar dilakukan perlu evaluasi dan pembenahan. Kepala daerah mungkin lebih fokus pada upaya “pengamanan” ketersediaan anggaran, sedangkan urusan evaluasi kinerja OPD di delegasikan kepada wakil kepala daerah atau sekretaris daerah. Kerja tim yang komplit dan kompak dengan pembagian tugas yang jelas dan terarah, akan lebih efektif dalam rangka maksimalisasi kinerja dan pencapaian tujuan.
Argumentasinya adalah, jika seluruh OPD harus dikunjungi kepala daerah secara langsung, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk dapat menghabiskannya. Apalagi jika harus sampai di tingkat kecamatan, kelurahan dan desa. Sementara limit waktu, terutama momentum penyusunan perubahan APBD 2021 sudah di depan mata. Ini tidaklah sulit, karena kehendak untuk pembagian tugas berdasarkan urusan, sudah menjadi komitmen Bupati Amirudin sejak awal pertemuan dengan OPD sehari setelah pelantikannya. Dengan begitu, staf khusus, staf ahli, atau perangkat yang berkompoten lainnya, mungkin bisa memberikan telaah atau pertimbangan untuk evaluasi terhadap masaah ini.
Masih seputar isu ketersediaan anggaran, selain pendapatan, kontruksi belanja daerah kita juga berada pada level yang mencemaskan. Betapa tidak, belanja daerah tahun 2021 ditetapkan sebesar Rp2,013 triliun dengan komposisi belanja operasi sebesar Rp1,3 triliun. Sedangkan belanja modal hanya sebesar Rp228 miliar, belanja tidak terduga sebesar Rp35 miliar dan belanja transfer ke desa sebesar Rp365 miliar. Khusus belanja operasi, sebagian besarnya tersedot untuk belanja pegawai sebesar Rp775 miliar dan belanja barang jasa sebesar Rp582 miliar.
Artinya, belanja operasi kita menyedot 68,75 persen dari total belanja daerah, yang terdiri atas belanja pegawai 775 miliar atau 38,53 persen dan belanja barang jasa 582 miliar atau 28,93 persen. Sedangkan belanja modal kita hanya Rp228 juta atau 11,34 persen.
Fakta ini menyajikan seolah olah anggaran daerah ini hanya untuk memenuhi kebutuhan apratur saja. Sedangkan kebutuhan publik menjadi nomor dua. Ini yang harus dibenahi. Selain berupaya menambah pendapatan daerah, baik transfer pusat maupun PAD, juga melakukan efektivitas dan efisiensi belanja.
Minimal, pada momentum perubahan APBD 2021, kebijakan itu harus berani dilakukan. Apakah harus memotong gaji ASN? atau memotong Tukin ASN? tidak. Yang dibutuhkan hanyalah melakukan analisis yang baik dan benar terhadap setiap anggaran yang digelontorkan untuk membiayai kegiatan. Setiap rupiah belanja daerah yang dilakukan, hendaknya menggeser satu langkah maju menuju pencapaian visi dan misi.
Dalam banyak kasus, bahkan Kementrian Dalam Negeri sudah berulang kali merilis fakta akal akalan pemerintah daerah dalam menggerogoti anggaran belanja. Yakni alokasi anggaran belanja untuk kegatan yang baik kelihatannya, namun dalam rincian pembelanjaan justru hanya untuk memenuhi hasrat merampok para aparatur.
Saya contohkan satu keiatan di Dinas Pendidikan Kabupaten Banggai tahun 2020. Pada program pendidikan anak usia dini, Dinas Pendididkan menggelontorkan kegiatan yang berjudul “Publikasi dan sosialisasi pendidikan anak usia dini,”. Pada kegiatan tersebut, dialokasikan anggaran sebesar Rp25 juta. Rinciannya adalah, alat tulis kantor Rp1,5 juta, belanja penggandaan Rp 498 ribu dan perjalanan dinas Rp23 juta. Artinya apa? 92 persen anggaran kegiatan ini hanya untuk perjalanan dinas saja. Lalu apa yang hendak dicapai?
Harusnya, tujuan yang hendak dicapai dari contoh kegiatan diatas adalah tersebarnya informasi seputar pendidikan anak usia dini di tengah tengah masyarakat, yang tergambar melalui volume materi sosialisasi yang disebarkan, baik pamplet, brosur, pemanfaatan media publising, atau volume pertemuan misalnya yang terbaca lewat biaya makan dan minum pertemuan saat sosialisasi dan lain-lain. Bukan justru volume jumlah perjalanan dinas yang dilaksanakan.
Cotoh ini adalah salah satu kegiatan dengan anggaran kecil, di salah satu dinas saja. Hampir rata-rata OPD di Kabupaten Banggai melakukan kegiatan semacam ini selama bertahun-tahun dengan anggaran ratusan hingga miliaran rupiah. Hanya bagus pada judul kegiatan saja, namun sangat “memalukan” jika membaca rincian belanjanya. Tidak percaya? silahkan baca DPA setiap OPD dalam tiga tahun terakhir saja. Baca pelan-pelan, dan gunakan nurani untuk memahaminya. Anda akan melihat kelucuan kelucuan itu. Ini yang harusnya dibenahi.
Bersambung…..
Discussion about this post