BERITABANGGAI.COM, LUWUK – Kondisi memprihatinkan kini sedang terjadi di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Ditengah ancaman bencana alam, masyarakat disejumlah tempat gencar menggelar aksi penolakan rencana pembukaan tambang nikel di Kabupaten Banggai. Anehnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai mellaui Dinas Lingkungan Hidup dan Komisi Penilai Amdal justru tanpa beban perasaan terus melakukan pembahasan atas dokumen lingkungan sejumlah perusahaan pemegang IUP Pertambangan.
BACA JUGA : Luwuk Timur Juga Jadi Lokasi Tambang Nikel Bantayan Siap Siap Terima Banjir Bandang
BACA JUGA : Lembaga Adat Andio Siapkan Langkah Hukum Sikapi Terbitnya Surat Kelayakan Lingkungan
Seperti diketahui, saat ini Dinas Lingkungan Hidup melalui Komisi Penilai Amdal (KPA) Kabupaten Banggai yang dipimpin Safari Yunus, sedang memproses pembahasan dokumen lingkungan empat perusahaan tambang yang akan masuk di Kabupaten Banggai. Ke empat perusahaan tersebut yakni PT. Banggai Kencana Permai dan PT. Indo Nikel Karya Pratama dengan wilayah Kecamatan Batui, Moilong dan Toili, serta PT. Bumi Persada Surya Pratama dan PT.Banggai Mandiri Pratama dengan wilayah Kecamatan Luwuk Timur, Kecamatan Masama dan Kecamatan Bualemo.
Proses pembahasan secara maraton itu dilakukan di hotel dinasty, Luwuk, Kabupaten Banggai. Padahal, seperti diketahui, masyarakat Kecamatan Masama secara tegas menolak rencana pertambangan nikel di wilayah itu. Ketua Adat Andio di Masama, Rahmat Djalil, menilai Kecamatan Masama yang dikenal dengan salah satu lumbung pangan di Kabupaten Banggai saat ini membutuhkan percetakan lahan sawah baru, bukan pertambangan nikel.
Pertambangan nikel menurut dia, hanya akan memberikan kerusakan lingkungan di wilayah tersebut, dan tidak dapat memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat.
Begitu juga dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Batui, yang juga menolak keras rencana penambangan tersebut. Aksi yang digelar oleh Front Batui Tolak Tambang (Batong) Batui, juga untuk menyampaikan penolakan terhadap proses pembahasan dokumen lingkungan.
Sayangnya, hingga saat ini pembahasan dokumen Keranga Acuan, Andal, RKL-RPL ke empat perusahaan tersebut terus berlanjut. Sejumlah pihak menyesalkan sikap Dinas Lingkungan Hidup dan Komisi Penilai Amdal, yang tidak melihat aspirasi yang disampaikan masyarakat sebagai sesuatu hal yang perlu disikapi. (bb/03)
Discussion about this post