BERITABANGGAI.COM, LUWUK — Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai menggelar pertemuan untuk pengelola kesehatan jiwa dan dokter puskesmas se-Kabupaten Banggai, di Hotel Estrella Luwuk, Jumat (7/10/2022).
Pertemuan tersebut untuk membicarakan hal-hal teknis yang berkaitan dengan upaya deteksi dini fenomena kesehatan jiwa di masyarakat.
Para pengelola kesehatan jiwa dan dokter puskesmas se-Kabupaten Banggai diharapkan mampu menangani kasus gangguan jiwa di layanan kesehatan primer, termasuk di lingkungan masyarakat, serta mampu melakukan rujukan pada saat yang tepat bila diperlukan.
Dikutip dari sangalu.com Kegiatan itu dihadiri oleh 27 dokter umum dari puskesmas dan 27 pengelola program kesehatan jiwa di masing-masing puskesmas.
Kegiatan ini, menghadirkan narasumber dari Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tengah, Dinkes Provinsi, dan Dokter Spesialis Jiwa.
dr. Anang Wahyu Januardy, Sp. KJ sebagai narasumber, membawakan materi tentang Tata Laksana Pengobatan ODGJ.
Sementara itu, narasumber lainnya, I Putu Ardi Kayana, SPsi, MPsi Psikolog, memberikan materi tentang Tata Cara Konseling dan Screening Masalah Kejiwaan.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, disebutkan bahwa upaya kesehatan jiwa diselenggarakan melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan bersama-sama dengan lintas sektor terkait.
Upaya promotif dan preventif kesehatan jiwa saat ini lebih diutamakan melalui pendekatan siklus kehidupan. Dimulai saat pranikah dan konsepsi, hingga pendekatan di masa tumbuh kembang anak remaja.
Olehnya menjadi sangat penting untuk mengenali faktor risiko masalah kejiwaan, memperbaiki konsekuensi akibat kesulitan dan kerentanan kesehatan jiwa sejak dini.
Langkah ini diharapkan dapat mencegah morbiditas dan mortalitas akibat gangguan jiwa.
Semua upaya untuk kesehatan jiwa merupakan setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat.
Upaya ini dilakukan oleh pemerintah, pemda dan melibatkan seluruh komponen masyarakat.
Upaya lintas sektor ini bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah kejiwaan, mencegah timbulnya dan atau kambuhnya gangguan jiwa, mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada masyarakat secara umum atau perorangan, dan mencegah timbulnya dampak masalah psikososial.
Sementara itu, I Putu Ardi Kayana, SPsi, MPsi, dalam pemaparannya, menjelaskan tentang metode deteksi dini kesehatan jiwa.
Metode ini, kata dia, dapat dilakukan dengan wawancara; tidak terstruktur dan terstruktur. Juga dilakukan dengan metode kuisioner; SRQ20 &SDQ, yakni 2 alat yang digunakan oleh Kemenkes.
SRQ20 yang dikembangkan oleh WHO hanya berisi 20 pertanyaan, dengan jawaban ya atau tidak, sehingga screeningnya bisa lebih cepat.
Hasilnya pun bisa langsung diketahui.
Interpretasi setiap jawabannya, akan diberi nilai 1 jika jawabannya ya. Sebaliknya tidak diberi nilai jika jawabannya tidak. Nantinya total skor atau nilai dihitung dengan nilai terendah 0 dan tertinggi 20. Jika skor total antara 0-6 berarti tidak terdapat gangguan mental-emosi. Sementara jika skor total di atas 6, maka terdapat gangguan mental emosi.
“Ini untuk orang dewasa, sementara remaja gunakan SDQ, soalnya nomor 1 sampai 25. Tidak benar dicentang 0, mungkin dicentang 1, dan ya dicentang 2,” paparnya.
Ia juga mengingatkan dan menekankan pada peserta kegiatan bahwa SQR dan SDQ adalah deteksi dini dan bukan diagnosa. Diagnosa gangguan kesehatan jiwa tetap harus melalui pemeriksaan mendalam oleh dokter, dokter spesialis kesehatan jiwa dan psikolog klinis. Penting untuk menangani dengan cepat, temuan temuan hasil deteksi dini.
“Perlu dipahami bahasa SQR dan SDQ adalah alat deteksi dini dan bukan alat diagnosa,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, Rizal SKep, saat menutup kegiatan itu berharap peserta dapat mengaplikasikan cara melakukan deteksi dini gangguan jiwa.
Nantinya jika menemukan kasus gangguan jiwa, pengelola kesehatan jiwa dapat mengatasinya sesuai dengan materi yang diberikan.
Ia juga berharap agar kasus gangguan jiwa di seluruh wilayah operasional puskesmas, tidak ada lagi yang dipasung.
Menurutnya hal ini bisa tercapai bila penanganan dini dilaksanakan dengan optimal dan alur rujukan yang sesuai.
Mengacu pada data yang disampaikan Pengelola Program Kesehatan Jiwa dan Napza Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai, Megawati, disebutkan bahwa berdasarkan data Riskesdes Tahun 2018 didapatkan data kasus ODGJ berat tahun adalah 1,8 per 1000 penduduk atau 429.322 ODGJ berat.
Target pelayanan kesehatan jiwa terhadap ODGJ berat pada tahun 2024 adalah sebesar 100 persen, sesuai standar pelayanan minimal bidang kesehatan.
ODGJ berat yang dipasung adalah 31,5 persen dari jumlah penderita. Sementara ODGJ yang teratur minum obat hanya 48,8 persen.
Adapun data depresi pada usia di atas 15 tahun adalah 6,1 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk gangguan mental emosional adalah 9,8 per 100.000 penduduk.
Tahun 2022 target ODGJ di Kabupaten Banggai sebanyak 821 jiwa, dengan rincian ODGJ berat sebanyak 428 jiwa (52,13 persen), depresi sebanyak 94 jiwa (11,45 persen), dan ODMK sebanyak 225 jiwa (27,4 persen).
Sementara ODGJ berat yang dipasung sebanyak 19 jiwa (4,3 persen) dari jumlah penderita ODGJ berat, dan ODGJ berat yang teratur minum obat sebanyak 214 (50 persen). *
(bb/03)
Discussion about this post