Akhir akhir ini Bupati Amirudin sibuk menghadiri kegiatan organisasi perangkat daerah. Ada yang dilaksanakan dikantor dinas, ada yang dilaksanakan di ruang kerja bupati. Rapat-rapat dilaksanakan hampir setiap saat. Bahkan kabarnya, dilakukan hingga malam hari. Lembur, katanya.
Bahkan, dalam beberapa peristiwa terkini, Bupati Amirudin benar benar terlihat sangat responsip. Misalanya terkait demo-demo mahasiswa, demo-demo petani, bahkan masalah banjir yang terjadi beberapa hari terakhir. Bupati Amirudin selalu berada di tempat kejadian. Ia benar-benar memiliki komitmen yang kuat soal kerja cepat yang sudah ia katakan sejal awal.
Terlepas dari itu semua, ada hal yang menarik perhatian saya saat ini. Yaitu soal perilaku sejumlah pejabat daerah yang sedang berupaya “mencuri” perhatian dari bupati.
Ada yang membuat kegiatan dan berharap dihadiri bupati secara langsung. Ada pula yang tidak sempat dihadiri langsung, namun kemudian buru-buru diklaim sebagai langkah kerja cepat bupati baru. Itu terlihat sejak kunjungan Bupati Amirudin ke setiap kantor-kator dinas pada awal-awal bertugas, bahkan terjadi sampai saat ini.
Menyambut pemimpin baru, tentu setiap perangkatnya harus bisa terlihat cerdas, atau terlihat punya kinerja baik. Tak peduli soal kesemrawutan yang dilakukannya terdahulu, atau ketimpangan yang terjadi belakangan ini. Yang penting untuk saat ini, harus terlihat lebih baik. Itu semua terkait dengan usaha mempertahankan reputasi, dan juga posisi.
Percayalah, itu semua adalah modus. Pada awal kepempinan Sofhian Mile, hal hal seperti itu mewarnai masa awal pemerintahan. Begitu juga pada awal kepemimpinan Herwin Yatim, gaya kepala dinas meraih simpati pimpinan dengan cara seperti ini, juga dilakukan.
Fenomena ini adalah sesuatu hal yang lumrah dalam setiap pergantian pemimpin. Jika salah mengemas, atau keliru dalam merespon, ini akan jadi batu sandungan. Karena itulah saya menyebutnya sebagai isu-isu penting seputar pemerintahan baru.
Seorang kawan diskusi mengatakan seperti ini. Dimana-mana, pemerintahan baru itu akan seperti gula. Ia akan dikerumuni oleh banyak sekali semut. Misalnya keluarga dekat, tim sukses, relawan, partai politik, bahkan orang orang yang tidak ikut berpartisipasi dalam proses pemenangan-pun, akan ikut dan cenderung mendekati kekuasaan baru itu. Sudah menjadi takdirnya, bahwa kekuasaan akan diselimuti oleh berbagai kepentingan. Itu sulit dihindari.
Lalu bagaimana menyikapinya? Tentu setiap pemimpin punya gaya yang berbeda. Yang jelas, semua pemimpin akan membuat sejarahnya sendiri.
Saya benar benar teringat isi pidato Herwin Yatim, mantan Bupati Banggai saat berpidato di DPRD, menjelang akhir masa jabatannya. Soal pesan terakhir Herwin, yang menurut saya sebagai ungkapan mewakili perasaannya. “Jangan berikan dukungan semu kepada AT-FM” begitu kata Herwin saat menyentil dukungan ASN kepada pemimpin di daerah selama ini.
Saat itu Herwin bahkan menyebut betapa tragisnya attitude pejabat daerah, terhadap bupati yang akan mengakhiri masa jabatan. Ditinggalkan begitu saja. Sadis.
Tapi sudahlah, itu mungkin hanya soal persaan Herwin Yatim saja. Sebagai sebuah post power syndrome dari seorang yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai seorang kepala daerah. Anggaplah begitu.
Tetapi, yang saya kuatirkan adalah, Bupati Amirudin terjebak dalam kamuflase pejabat daerah dalam menyajikan beragam program dan kegiatan, yang justru menjebaknya dalam kegembiraan yang tidak terkendali, lalu kemudian melupakan fokus tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan visi dan misinya.
Indikasi itu sangat kuat terlihat dalam sebulan lebih masa kepemimpinannya. Saya sebutkan beberapa diantaranya sebagai bahan renungan. Pertama, saat Bupati Amirudin melakukan kunjungan kerja ke Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan. Saat itu, Bupati Amirudin melakukan penandatangan sebuah prasasti bangunan gedung di instansi itu.
Prasasti gedung, bisanya identik dengan sebuah bangunan baru. Namun yang terjadi saat itu adalah sebuah prasasti atas rehab gedung kantor. Memang tidak salah, namun kesannya sangat dipaksakan, dan tidak pada tempatnya. Bagaimana mungkin seorang bupati yang baru menjabat, diberikan ruang untuk menandatangi prasasti atas bangunan yang sebenarnya hanya rehab gedung.
Belum lagi dari aspek kebijakan penganggaran, hal itu sangat penting untuk dievaluasi. Ditengah pademi sekarang ini, alokasi anggaran sejatinya diarahkan untuk belanja belanja penanganan dampak ekonomi, atau sekedar jaring pengaman sosial. Rehab gedung gantor itu, belumlah begitu mendesak dan periorotas untuk dilaksanakan saat ini.
Bagaimana mungkin kebutuhan dasar rakyat masih banyak yang terbengkalai, sementara satu sisi belanja untuk kepentingan aparatur terus ditingkatkan? Cobalah lihat regulasi pengelolaan keuangan saat ini, lebih lebih dimasa pandemi. Sayang sekali, tanpa sadar, Bupati Amirudin belum sempat mencermati hal-hal itu.
Yang paling miris adalah, Bupati Amirudin tiba-tiba dikabarkan ikut menjadi pembicara, dalam sebuah wawancara dan persentase virtual soal Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik. Kegiatan yang digelar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara itu, adalah dalam rangka mendapatkan penghargaan top inovasi terpuji pada KIPP 2021.
Ini yang sangat membingungkan. Bagaimana mungkin Bupati Amirudin yang baru saja menjabat, dilibatkan dalam kegiatan persentase sebuah kebijakan yang diklaim sebagai inovasi untuk mendapatkan penghargaan. Padahal deretan penghargaan pemerintah daerah selama ini, menjadi sorotan tajam saat Amrudin masih dalam status sebagai calon kepala daerah. Sudah begitu, program yang dipersentasekan adalah program yang digagas pada masa pemerintahan Herwin Yatim, melalui Dinas Kesehatan yang bertajuk “1 PK 100 KK”.
Itu adalah rentetan invonasi gunung es, yang hanya cantik dipermukaan namun buruk dalam implementasi dimasa pemerintahan Herwin Yatim. Lihat saja bagaimana nasip Posyandu Prakonsepsi, juga inovasi program PINASA, dua inovasi yang mendapatkan penghargaan top inovasi dalam dua tahun terakhir. Apakah relevan dengan keadaan di lapangan? tidak. Lalu, mengapa tiba-tiba Bupati Amirudin sudah menjadi pembicaranya?
Percayalah, itu semua adalah modus. Modus pejabat daerah dalam melakukan pendekatan-pendekatan dan upaya mencari simpatik dari sang pemimpin. Lihatlah rekam jejak. Tengoklah sejarah kelam negeri ini kebelakang. Banyak yang harus dibenahi. Dan karena itupula, rakyat menitipkan amanah itu.
Saya membayangkan, bagaimana peran tim ahli atau staf khusus yang ditempatkan setara dengan kepala-kepala OPD itu di dalam setiap rapat-rapat belakangan ini. Apa yang mereka sampaikan kepada Bupati Amirudin, saat memberikan masukan dan pertimbangan dalam setiap kebijakannya. Kok rasa-rasanya langkah Bupati Amirudin semakin mencemaskan. Ataukah saya yang keliru melihat tanda tanda perubahan itu?
Saya membaca dalam banyak media, Bupati Amirudin telah melakukan pengisian jabatan di lingkungan pemerintah daerah. Memang belum definitip, baru sebatas pelaksana tugas. Itu penting, dalam rangka memberikan daya dorong dalam percepatan pencapaian tujuan. walaupun selentingan terdengar lebih terkesan bagi-bagi kekuasaan dan jabataan dengan para timses. Tapi tak apalah, itu juga penting. Karena itu adalah salah satu cara merawat hubungan dengan mereka yang telah berjuang. Asal jangan kebablasan saja.
Sebagai penutup, saran saya, fokuslah pada tujuan. Persiapkan rencana program dan kegiatan sesuai visi dan misi. Pastikan perubahan APBD 2021 menjangkau visi dan misi. Pastikan APBD 2022 lebih menerjemahkan kehendak perubahan yang sudah dicita-citakan. Apakah RPJMD sudah kelar? apakah RKPD sudah kelar? waktunya semakin mepet pak. Sangat mempet.
Behentilah terjebak dalam mainan modus pejabat yang bernuansa seremonial itu…
Bersambung…
Discussion about this post