BERITABANGGAI.COM, LUWUK – Lembaga pemerhati dan pegiat lingkungan menilai rekomendasi DPRD Kabupaten Banggai terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di Desa Siuna sangat lunak dan tidak menyentuh substansi akar masalah hukum.
Ketua Iguana Tompotika, Muhammad Hidayat, menilai rekomendasi yang diterbitkan DPRD Banggai setelah pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah perusahaan pertambangan nikel di Desa Siuna,Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, pada Kamis (24/7/2025) itu menimbulkan kesan kompromi karena hanya bersifat normatif dan administatif.
“Rekomendasinya sangat lunak, tidak menyentuh substansi pelanggaran hukum lingkungan. Kesannya ada kompromi,” kata pria yang akrab dengan sapaan Okuk.
Seperti diketahui, Komisi II DPRD Kabupaten Banggai menggelar RDP terkait kerusakan kawasan hutan mangrov di Desa Siuna pada Kamis (24/7/2025) dan dihadiri enam perusahaan tambang nikel yang tengah beroperasi di wilayah Kabupaten Banggai yakni PT Penta Dharma Karsa, PT Prima Dharma Karsa, PT Prima Bangun Persada Nusantara, PT Integra Mining Nusantara Indonesia, PT Anugerah Bangun Makmur, dan PT Bumi Persada Surya Pratama (BPSP).
Dari rapat dengar pendapat tersebut, dilahirkan sejumlah point rekomendasi yang menurut Iguana Tompotika sangat lunak dan terkesan kompromi.
Ke enam rekomendasi tersebut adalah :
1. Meminta Pemda melalui instansi teknis melakukan pengawasan terhadap penambangan nikel dari perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan.
2. Meminta kepada perusahaan untuk menjauhkan stockpile dari jalan umum dan memperbaiki jalan lintasan kewenangan Pemda Banggai sesuai tonase mobil melintas.
3. Wajib melakukan ganti rugi lahan warga yang terdampak sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Meminta kepada pihak perusahaan untuk melakukan kaidah-kaidah pertambangan nikel yang ramah lingkungan sesuai aturan yang berlaku.
5. Terkait tiga poin di atas, terhadap perusahaan yang tidak taat maka Pemda “dapat” merekomendasikan untuk menghentikan sementara kegiatan perusahaan tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Melakukan pemanfaatan CSR perusahaan untuk kepentingan infrastruktur sebesar-besarnya dan pemberdayaan masyarakat demi kesejahteraan rakyat Kabupaten Banggai.
Menurut Muhamad Hidayat, harusnya DPRD Kabupaten Banggai menerbitkan rekomendasi yang lebih tegas dan kongkrit, terhadap pelanggaran hukum lingkungan yang sudah terjadi di Siuna.
Apalagi dalam forum RDP tersebut, perwakilan PT Penta Dharma dan PT Prima Dharma Karsa secara terbuka mengakui bahwa beberapa izin lingkungan yang mereka miliki belum lengkap. Selain itu, dari hasil peninjauan lapangan, DPRD dan instansi teknis menemukan aktivitas pembukaan jalur pada kawasan mangrove seluas 15,8 hektar milik PT BPSP.
“Fakta ini, dalam logika hukum, sudah merupakan dasar kuat untuk menyebut bahwa ada indikasi pelanggaran terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” kata Hidayat.
“DPRD kehilangan momentum untuk memulihkan kepercayaan publik. Disaat perusahaan mengakui ada kelalaian izin lingkungan, mestinya bukan sekadar rekomendasi administratif, tapi juga desakan proses hukum,” katanya lagi.
Menurut Okuk, penggunaan kata “dapat dihentikan sementara” dalam salah satu point rekomendasi DPRD Banggai, juga menandakan bahwa DPRD tidak ingin mengambil sikap tegas, meski sudah ada dasar cukup kuat untuk itu. Padahal, lanjutnya, DPRD adalah lembaga representasi rakyat yang punya otoritas moral dan politik untuk melindungi lingkungan.
“Jadi pertanyaan mengapa DPRD tidak menyebut adanya pelanggaran hukum? Apakah ini bentuk kehati-hatian, atau kompromi diam-diam?,” kata Okuk bertanya. (*)
(bb/03)
Discussion about this post