“Selain isu soal ketersediaan anggaran, sebagaimana saya tuliskan di bagian pertama, isu penting lainnya yang perlu pencermatan adalah soal covid-19 dan penanganannya. Memang isu ini oleh sebagian orang mungkin lebay, tetapi ini penting dan musti disikapi,”
Setidaknya ada dua aspek penting yang mendesak untuk dibenahi. Pertama soal maksimalisasi pencegahan penuluran, dan kedua soal maksimalisasi penanganan dampak.
Ada kecenderungan orang terutama di daerah kita, soal tidak percaya adanya penularan dan penyebaran corona virus ini. Padahal dunia sudah merilis beberapa varian virus yang sejatinya menjadi perhatian tidak saja pemerintah namun juga masyarakat. Lemahnya edukasi soal bahaya dan ancaman corona virus, akan ikut mempengaruhi bahanya pencegahan penularan.
Selain itu, ada pula kecenderungan penanganan covid yang lebih terkesan “proyek oriented” ketimbang “result oriented”. Kecenderungan ini cukup mencemaskan karna berkenaan dengan miliaran rupiah uang negara dan daerah yang digelontorkan, namun tidak memberikan dampak secara sikgnifikan baik penanganan penularan maupun terhadap penanganan dampaknya.
Perlu dicatat, pemerintah daerah Kabupaten Banggai pada tahun 2021 harus “menggeser” belanja sebelum momentum perubahan APBD yakni 8 persen dari Dana Alokasi Umum sekira 64 miliar, 30 Persen dari Dana Insentif Daerah sekira 23 miliar, ditambah dengan menggesar belanja tidak terduga sebesar 30 miliar. Totalnya kurang lebih Rp117 miliar. Untuk apa? untuk menangani covid.
Penanganan covid-19 ini cukup menggerus struktur belanja daerah kita. Jika tidak diatur sebaik mungkin, ini akan mengancam capaian target target pembangunan yang dicita citakan dalam kepemimpinan baru.
Mungkin akan ada yang bertanya, apanya yang harus dibenahi? bukankah semua sudah berjalan dengan baik?
Begini, setidaknya ada tiga aspek yang menjadi fokus penanganan covid, pertama kesehatan, kedua perlindungan ekonomi, dan ketiga jaring pengaman sosial. Sejauh ini, dari ketiga aspek penangan covid secara umum menggambarkan kondisi yang tidak menggembirakan.
Pada tahun 2020, sebesar Rp28,2 miliar anggaran dalam program penanganan covid hanya menyisakan bangkai bangkai peralatan yang kini nyaris tidak digunakan. Semisal tempat cuci tangan dan bilik sterilisasi, hand sanitizer, posko posko, pengadaan masker, rumah sakit darurat dan perlengkapannya, hingga cerita pilu rakyat pada tahap pembagian bantuan beras, telur, ayam, dan sederet penyaluran bantuan sosial lainnya. Belum lagi bantuan bantuan yang berasal dari perusahaan, dari para calon bupati saat itu, hingga dana CSR dari berbagai perusahaan dan lembaga di daerah ini. Banyak. Dan itu semua tak ada evaluasi sampai sekarang.
Tahun ini, kurang lebih Rp117 miliar belanja daerah kembali di geser, untuk memenuhi kebutuhan penanganan covid. Tentu masih berkisar pada tiga aspek tadi, kesehatan, perlindungan ekonomi dan jaring pengaman sosial. Jika ini tidak dibenahi dan dipergunakan dengan sebaik mungkin, maka kita akan terus mengulang rentetan belanja covid-19 yang tidak terukur.
Ada satu hal penting yang juga musti diperjelas oleh kepemimpinan baru ini. Sebulan sebelum berakhir masa jabatan kepala daerah periode sebelumnya, Herwin Yatim sempat memimpin sebuah pertemuan dengan BPJS Cabang Luwuk. Pada pertemuan itu, membahas soal kebutuhan BPJS untuk bisa memberikan pelayanan maksimal kepada seluruh warga miskin yang ada di daerah ini. Namun yang menarik adalah, dalam pertemuan itu juga sempat mengemuka soal dana klaim pengganti biaya perawatan pasien covid-19 yang ditangani RSUD Luwuk, saat Sekab Banggai Abdullah Ali memertanyakan apakah pasien covid-19 bisa ditanggung BPJS atau tidak.
Ternyata, BPJS tidak menanggung pasien covid-19. Namun pihak RSUD Luwuk dapat mengajukan klaim pengganti biaya pelayanan pasien covid-19 langsung kepada Kementrian kesehatan. Perhitungannya, setiap pasien covid-19 yang di layani RSUD Luwuk, dapat diajukan klaim pengganti biayanya. Pihak BPJS mejadi pihak yang melakukan ferivikasi berkas sebelum klaim diajukan oleh pihak RSUD Luwuk kepada pihak Kementrian Kesehatan di Jakarta.
Biaya pelayanan pasien covid bermacam-macam tergantung kondisi kesehatan pasien, yakni berkisar antara Rp7,5 juta hingga Rp16,5 juta per pasien, per hari perawatan. Jika pasien covid meninggal, hitungannya lain lagi. Kepala BPJS Luwuk saat itu mengasumsikan rata-ratanya 10 juta per pasien per hari.
Dalam pertemuan itu Herwin Yatim menyebutkan ada potensi Rp14 miliar klaim pengganti biaya pelayanan pasien covid-19 di RSUD Luwuk. Namun oleh Kepala BPJS Luwuk saat itu dinyatakan belum semua berkas terverfikasi. Saat itu, yang sudah terverifikasi adalah sebesar Rp7 miliar.
Sayangnya pembahasan saat itu tidak tuntas, karena Direktur RSUD Luwuk tidak hadir dalam pertemuan itu. Herwin berharap, masalah itu bisa diperjelas oleh lembaga DPRD dalam pembahasan selanjutnya, karena dalam pertemuan itu juga dihadiri Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Banggai, Batia Sisilia Hadjar.
Saya tercengang mengikuti pembahasan saat itu. Jika seluruh pasien covid-19 di RSUD Luwuk mendapatkan biaya pengganti dari Kementrian Kesehatan, lalu bagaimana dengan gelontoran anggaran yang bersumber dari APBD? karena sejauh ini, pemerintah daerah juga menggelontorkan dana penanganan covid-19 untuk RSUD Luwuk melalui Dinas Kesehatan.
Estimasi sebesar Rp14 miliar biaya pengganti pelayanan pasien covid yang disampaikan Herwin Yatim, atau setidak tidaknya Rp7 miliar seperti yang sudah diverifikasi BPJS, adalah untuk kasus covid tahun 2020. Bagaimana dengan tahun 2021 sampai saat ini.
Ini benar benar harus dibicarakan sampai tuntas. Bukan bermaksud curiga terjadi double anggaran, tidak. Ini murni untuk memastikan semua kebijakan anggaran benar benar termanfatkan dengan baik. Sama seperti komitmen Bupati Amirudin yang sering ia ucapkan dalam pertemuan dengan POD, bukan mencari cari kesalahan, melainkan jika ada kesalahan, akan diperbaiki.
Perlu ada pengaturan secara baik dan transparan, pada ruang mana penanganan covid di RSUD Luwuk yang dibebankan pada Kementrian Kesehatan, dan pada ruang mana dana APBD digunakan. Karena jika melihat pada regulasi Klaim Pengganti Biaya Pelayanan Pasien Covid, sepertinya semua sudah ditanggung pusat. Lalu dana daerah hasil refocusing selama ini digunakan untuk pelayanan yang mana saja?
Dasar perhitungan klaim biaya pengganti perawatan pasien covid tahun 2020, salah satunya dapat dibaca pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : HK.01.07Menkes/446/2020 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Pengganti Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Inveksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Sedangan perhitungan klaim pengganti biaya penanganan pasien covid-19 tahun 2021 juga salah satunya dapat dibaca pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : HK.01.07Menkes/4344/2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Pengganti Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Jika melihat rilis gugus tugas covid-19 Kabupaten Banggai hingga Sabtu (19/6/2021), terdapat 1.361 orang terkenca covid di daerah ini. Terdiri dari 8 kasus baru, 19 kasus lama. Yakni 1.288 pasien dinyatakan sembuh, dan 46 orang dinyatakan meninggal dunia.
Kita memang tidak bisa menghitung pasti, namun kita dapat mengira ngira jika setiap pasien itu dirawat selama sehari saja, apalagi jika sampai berhari hari sebelum pada akhirnya dinyatakan sembuh atau meningal.
Bersambung…
Discussion about this post